Selama bertahun-tahun Temanggung identik dengan tembakau. Tanaman yang menjadi bahan utama produksi rokok itu, pun menjadi tumpuan kehidupan para petani yang menghuni kawasan di kaki gunung Sumbing dan Sindoro ini, dalam waktu yang cukup lama. Tidak mengherankan, ke arah mana pun kita memandang, hamparan tanaman bernikotin tinggi itu menjadi sangat dominan di sana.
Kemloko, adalah nama salah satu dusun di kabupaten Temanggung, yang terkenal dengan tembakaunya. Bahkan salah satu varietas tembakau unggulan yang ditanam di sana, dinisbahkan pada nama dusun tersebut. Varietas Kemloko 3, yang dirilis Balai Penelitian Tembakau dan Serat tahun 2005, dianjurkan untuk ditanam petani karena menghasilkan tembakau rajangan yang berkualitas tinggi.
Lepas dari perhatian banyak pihak, ternyata tembakau bukan satu-satunya komoditas unggulan dari kabupaten itu. Ada satu potensi tersembunyi yang dimiliki Temanggung, yang dalam beberapa tahun belakangan mulai menyeruak, yaitu kopi, baik robusta maupun arabica. Tak tanggung-tanggung, kopi dari daerah ini langsung masuk ke papan atas kopi-kopi kualitas tinggi kelas dunia. Di ajang kompetisi di Swedia dan Amerika Serikat, kopi Temanggung meraih penghargaan bergengsi, bersama kopi Gayo dari Aceh.
Di balik munculnya kopi sebagai primadona baru tersebut, ternyata ada fenomena lain yang terjadi di kalangan petani. Mereka yang secara turun- temurun hanya familiar menanam tembakau, kini mulai berani mengubahnya menjadi kopi dan atau sayur-mayur. Ada banyak alasan, tapi yang paling mengemuka karena kedua tanaman pengganti itu dianggap lebih menguntungkan dibandingkan tembakau.
Berdasarkan data BPS 2012, produksi kopi jenis Robusta asal Temanggung mencapai 8.518 ton. Selain dipasarkan di dalam negeri, kopi ini pun sudah memasuki pasar ekspor. Nama kopi Temanggung pun mulai moncer di pusat- pusat kopi dunia. Sayangnya, keuntungan yang diperoleh dari transaksi penjualan kopi itu, lebih banyak dinikmati oleh para pedagang.
Untuk memberikan keuntungan yang jauh lebih besar, Dompet Dhuafa melalui jejaring bisnis sosialnya, menginisiasi Program Petani Berdikari di Dusun Kemloko, Desa Tempuran, Kecamatan Kaloran, Temanggung. Para petani penerima manfaat yang tergabung dalam Paguyuban Buana Sari memulai kegiatan barunya bersama lembaga pengelola zakat itu sejak 2011.
Dalam program pengembangan masyarakat itu, Karya Masyarakat Mandiri (KMM), jejaring Dompet Dhuafa, memberikan sejumlah dana stimulan yang berasal dari dana zakat, kepada para anggota paguyuban, agar mampu menyiapkan lahan, membeli bibit, penanaman dan pemeliharaan tanaman hingga panen. Pendampingan teknis pun diberikan kepada masyarakat petani melalui pertemuan-pertemuan rutin bulanan.
Walau belum bisa menyabet penghargaan, kualitas kopi Kemloko terlihat mengalami peningkatan kualitas yang cukup signifikan. Dalam kontes kopi spesialti Indonesia 2018, kopi Kemloko jenis robusta yang dihasilkan oleh Paguyuban Buana Sari mendapat skor final 80,92. Skor itu, bukan lah hasil yang buruk.
Kini, 100 petani kopi di Dusun Kemloko sudah bisa memanen hasil kebunnya. Luasan lahan mencapai 49 hektar, setidaknya sudah menghasilkan 49 ton green bean per tahun. Mereka pun kini sudah berhimpun dalam wadah koperasi. KMM pun terus memberikan penguatan teknis, mulai dari budidaya hingga pascapanen. Penguatan modal usaha pun dilakukan, misalnya dengan membantu pengadaan beberapa mesin pengolah buah kopi hingga menjadi bubuk.
Hubungan antara KMM dengan Paguyuban pun sudah berubah. Pola bantuan dari dana zakat yang diinisiasi di awal kerjasama, kini sudah berubah menjadi kemitraan. Seiring dengan meningkatnya pendapatan, para petani anggota paguyuban kini tidak lagi mendapat dana hibah. Dana dari KMM, kini dikonversi menjadi modal koperasi, yang pada gilirannya bakal menghasilkan keuntungan untuk para anggotanya.
Selain menjual sendiri kopi-kopi hasil produksinya kepada konsumen langsung, para petani pun bisa menjual kopinya kepada koperasi. KMM pun bisa mengambil porsi pemasaran dari kopi-kopi itu, termasuk menjajaki pasar ekspor. Bubuk kopi olahan hasil produksi KMM pun sudah mulai masuk pasar retail di Jabodetabek.
Terbukti, program pemberdayaan masyarakat bukanlah slogan kosong. Petani kopi terbebas dari harga yang rendah dan tidak pasti dari penanaman tembakau yang mereka jalani sebelumnya.
Kini mereka juga menjadi pahlawan restorasi lahan, bukan lagi menjadi bagian dari sistem yang mendegradasinya. Yang terpenting, pembinaan yang terstruktur pun meningkatkan skala ekonomi para petani. Tidak sekedar menjadi penerima dana, mereka pun bisa menjadi mitra bisnis yang saling menguntungkan.
Telah dimuat di harian Kontan, 20 02 2020
Saya tulis artikel ini bersama mas Jalal – Pendiri dan Komisaris, Perusahaan Sosial WISESA
Comments
Post a Comment