Seorang anak muda pengembara mendapat bekal keyakinan setelah mendengar sebuah firman Tuhan dari seorang pemuka agama. Tuhan Maha Pengasih dan akan selalu berkenan melindungi hambaNya.
Sekali waktu, ketika ia hendak melanjutkan perjalanan, terjadilah angin ribut. Beberapa orang menasehatinya, agar menunggu angin ribut itu reda. Dengan lantang ia berkata, ”Tuhan Maha Pengasih dan selalu berkenan melindungi hambaNya.”
Setelah seratus meter ia berjalan, pagar sebuah rumah rubuh. Anak muda ini masih beruntung. Pagar itu tidak menimpa tubuhnya. Seseorang yang tinggal dekat dengan tempat itu menasehatinya. ”Singgahlah dahulu di sini. Terlalu berbahaya jika anda melanjutkan perjalanan sekarang.”
”Tuhan Maha Pengasih, dan selalu berkenan melindungi hambaNya. Aku harus melanjutkan perjalanan sekarang juga,” kata anak muda ini dengan lantang.
Dua ratus meter dari pagar yang rubuh, sebuah rumah ambruk diterpa angin ribut. Anak muda pengembara itu sedang berjalan di dekat rumah tersebut. Dan anak muda ini masih beruntung. Ia tidak ikut menjadi korban. Beberapa tetangga dekat rumah ambruk tadi kembali menawarkan tempat persinggahan. ”Berangkat lah setelah angin ribut ini reda. Terlalu berbahaya jika anda meneruskan perjalanan,” nasehat mereka.
Sekali lagi, anak muda ini berkat lantang. ”Terima kasih atas penawaran anda semua. Terima kasih. Aku hanya ingin membuktikan, bahwa Tuhan Maha Pengasih dan selalu berkenan melindungi hambaNya.” Dengan gagah ia melanjutkan perjalanannya.
Setelah berjalan kembali sejauh beberapa ratus meter, sebuah pohon besar tumbang. Kali ini, keberuntungan tidak berpihak pada anak muda ini. Batang pohon yang agak besar menghimpitnya sebelum ia sempat menghindar. Untung saja beberapa penduduk desa mengetahui kejadian itu. Beramai-ramai mereka mengangkat batang pohon yang tumbang itu. Akhirnya, setelah berusaha susah payah, anak muda tadi terlepas dari himpitan pohon tumbang. Sayangnya, ia tidak bisa melanjukan perjalanan karena kakinya patah. Dengan terpaksa, ia harus mondok di salah satu rumah penduduk untuk menjalani perawatan.
Selama beberapa hari dalam perawatan, anak muda yang patah kaki ini terlibat diskusi yang cukup intens dengan pemilik rumah, yang juga seorang pemuka agama.
”Anak muda. Mengapa pada kondisi angin ribut seperti saat itu, anda nekat melanjutkan perjalanan?” tanya pemilik rumah.
”Aku yakin sekali bahwa Tuhan Maha Pengasih dan selalu berkenan melindungi hambaNya,” jawab si anak muda. ”Tapi nyatanya keyakinan itu adalah keyakinan yang tidak benar.”
Pemilik rumah itu tersenyum. ”Anak muda. Bisakah anda ceritakan, mengapa kecelakaan seperti kemarin itu bisa terjadi?”
Anak muda itu menatap langit-langit kamar. Ia mengumpulkan keping-keping ingatannya. Kemudian ia pun menceritakan kronologis kejadian, sejak awal terjadinya angin ribut, masehat orang-orang yang memintanya singgah sampai akhirnya pohon tumbang mematahkan kakinya.
”Anak Muda. Kalau hari ini anda mengalami patah kaki, itu bukan karena Tuhan bukan Maha Pengasih atau Ia tidak berkenan melindungi hambaNya. Setiap saat, Tuhan berkomunikasi dengan semua hambaNya, baik yang taat maupun yang tidak taat.”
”Komunikasi. Dengan cara bagaimana?” sergah anak muda itu.
”Anak muda. Tuhan berkomunikasi dengan hambaNya, melalui kejadian-kejadian yang dialami setiap hambaNya. Orang-orang yang melarangmu melanjutkan perjalanan, pagar yang rubuh atau rumah yang ambruk adalah komunikasi Tuhan pada anda. Tujuannya adalah menolong dan melindungi anda. Sayangnya, anda tidak peka dengan tanda-tanda yang Ia kirimkan.”
Comments
Post a Comment